Mungkin pengumuman hari ini sudah menjadi keputusan-Nya. Ada banyak hal akhir-akhir ini yang saya lakukan. Mengikuti skenario Tuhan. Mulai dari ujian tengah semester (UTS), pengumpulan berkas dan presentasi karya tulis buat seleksi mahasiswa berprestasi (MAPRES) UII, asisten penelitian Pak Irwan pada hari Rabu, Kamis dan Sabtu, asisten penelitian Bu Uyun setiap Jum’at dan Minggu, sampai yang terakhir, yang begitu melelahkan: seleksi pertukaran pemuda antar negara untuk delegasi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Yah, itulah seadabrek kegiatan yang dalam satu minggu ini menumpuk. Seadabrek kegiatan yang karenanya saya banyak dikejar deadline. Seadabrek kegiatan yang "memaksa" saya harus menerapkan manajemen waktu. Seadabrek kegiatan yang hingga sore-sore, abis asistensi penelitian, mengejar saya karena waktu pengumpulan berkas ke Balai Pemuda dan Olah Raga (BPO) di alun-alun selatan Jogja hampir habis. Seadabrek kegiatan yang oleh mas tukang fotocopy kampus saya terus ditanya, “kok banyak banget to mas sertifikat yang difotocopy? buat apa e?.” Dan seadabrek kegiatan yang oleh abah saya sempat ditanya, “nggo opo to?” ketika saya tanya, “abah kalih ibu, yuswone pinten nggeh? pendidikan terakhir nopo? pekerjaane kulo nulise nopo?.”
Semua memang proses. Proses untuk menjadi dewasa. Proses untuk menambah pengalaman. Proses untuk mengetahui kapasitas pribadi. Proses untuk meniti masa depan. Proses untuk mengejar dan mencapai mimpi. Dan, proses untuk mencari ridlo Tuhan.
"Kabeh sing dikerjakan sekarang, tujuan akhir golek ridhone Allah," [Abah]
Saya harus tetap mensyukuri keputusan hari ini, meskipun hanya mampu di tahap interview. Meskipun hanya seorang diri yang mewakili kampus UII di ajang International Youth Exchange (IYE) 2011 ini. Itu sudah menambah referensi dan pengalaman bagi saya. Pun saya harus tetap bersyukur, bahwa sampai saat ini, saya masih diberi kesibukan oleh Tuhan.
Saya sadar bahwa saya memiliki kemampuan dan keterbatasan. Dalam hal olah raga, oke, saya memang tak begitu menguasai. Di bidang seni apa lagi. Maka ketika ditanya oleh panitia seleksi pertukaran pemuda kemarin (9/4) “Haris bisa apa lagi?” saya hanya mengandalkan, “saya bisa main rebana, thothi, dan organ, mas.” Hufh……
Saya sadar bahwa saya memiliki kemampuan dan keterbatasan. Dalam hal olah raga, oke, saya memang tak begitu menguasai. Di bidang seni apa lagi. Maka ketika ditanya oleh panitia seleksi pertukaran pemuda kemarin (9/4) “Haris bisa apa lagi?” saya hanya mengandalkan, “saya bisa main rebana, thothi, dan organ, mas.” Hufh……
Seleksi hari kemarin memang begitu ketat. Saya, dan teman-teman saya yang lolos ke tahap interview, harus mengantri untuk menempati empat meja dari pagi jam 8 sampai sore jam 5. Terasa betul capeknya. Terasa betul letihnya. Terasa betul prosesnya. Tapi..
“Perjuangan itu berdarah-darah, melelahkan, mungkin suatu saat kita harus berhenti dan meresapi perjalanan ini untuk mendalami proses yang telah kita lakukan. Yang terpenting adalah terus maju. Yang kita yakini adalah pemandangan di puncak sangat indah. Dan kita tahu pada akhirnya, ada puncak-puncak lain yang perlu kita capai.” [Indah Gilang]
Dan kata-kata sahabat saya inilah: Indah Gilang, yang saya pegang untuk keputusan "takdir" kali ini. Betul kata peraih best diplomacy award dalam Harvard World Model United Nations Singapore (WorldMUN) 2011 itu. Mungkin, saya harus berhenti dan meresapi perjalanan ini dulu, untuk mendalami proses yang telah saya lakukan. Yang terpenting, saya harus terus maju! Saya harus tetap meyakini bahwa pemandangan di puncak sangat indah! Saya harus tetap tahu, bahwa pada akhirnya, ada puncak-puncak lain yang perlu saya capai!
Terima kasih untuk PCMI Jogja. Terima kasih untuk Pak Mohammad Roy, yang sudah memberikan reference letter kepada saya. Terima kasih untuk Pak Irwan yang sudah memberikan tiga pesan kunci untuk hari seleksi kemarin. Terima kasih untuk Winda, sahabat saya, yang rela meminjami motornya ketika ban motor saya bocor sewaktu berangkat wawancara. Dan, terima kasih banyak untuk abah. Abah yang setiap tutur katanya selalu membikin saya sejuk. Membikin saya kuat tatkala suntuk. Membikin saya kokoh tatkala saya ambruk. Dan membikin saya merinding ketika ingat sewaktu haji dulu, abah pernah bilang, "do'a permintaanmu saya usulkan di depan pintu ka'bah. Mugo-mugo Allah ngijabahi."
"Perjuangan itu seperti mendaki. Bikin sakit, berdarah-darah, dan luar biasa lelah. berusaha semampumu, tapi jangan surutkan langkah" [Indah Gilang]
kalimat sahabatmu bagus bener ris, jadi tambah "menyentil" diriku untuk tidak boleh berhenti dan sekedar menunggu....
BalasHapusiya, mbak Hazhira. Alhamdulillah. Haris punya sabahat seperti dia: Indah. Meskipun kami belum pernah ketemu, tapi alhmadulilahnya kami mampu saling memotivasi.
BalasHapusAyo, mbak Hazhira, terus semangat! :)