Pada suatu kesempatan, di siang hari, handphone bergetar.
Ada SMS masuk.
"Mas lagi ngapain? Udah makan?"
"Ini mas baru aja selesai maem. Mas lagi di tempat kondangan, dek. Ada temen nikah," jawab pemilik hape tersebut.
Rupanya, percakapan singkat ini adalah percakapan antara adik dan kakak. Sang adik sedang tidak bersama kakaknya. Ia, si adik, sangking begitu perhatiannya sama si kakak, menanyakan apakah ia sudah makan apa belum.
"Hoho...mas kapan mau nyusul??," sms berlanjut.
"Hmmm....mana ada, dek, yang mau sama mas kayak gini ini," jawab kakak. Murung.
"Nggak boleh gitu. Kalau mas ngomong gitu, berarti mas nggak yakin kalau Allah udah nyiapin jodoh buat mas....." jawab sms itu, dari adik yang--sepertinya--bijaksana.
SMS masih berlanjut.
"Jadi, mas musti gimana, dek?," tanya kakak. Bingung, dengan harapan ada arahan.
"Yaa....nggak boleh ngomong gitu pokoknya.....," jawab adik. Singkat, tanpa arahan.
***
Pernahkah kita ketika ditanya, sehingga jawabannya kita seperti di atas? "Yaaa....nggak boleh ngomong gitu pokoknya" atau begini, "Pokoknya nggak boleh."
Anda yang saat ini sedang mangguk-mangguk, mungkin pernah mengalami hal demikian. Saya di sini akan membahas sisi psikologisnya. Tapi sebelumnya, perhatian satu contoh di bawah ini lagi:
"Mas, saya bingung. Sebaiknya, saya memilih jurusan Psikologi apa Kedokteran?," tanya si adik.
"Terserah kamu, dek. Kamu yang bisa milih," jawab kakaknya. Singkat.
Pertanyaan dan jawaban seperti di atas, sangat mungkin, sering kita hadapi. Baik sebagai penanya, maupun sebagai penjawab. Dan yang sering terjadi adalah, ketika kita ditanya, kemudian kita menjawab, "terserah kamu," atau "apa aja boleh" maka sebenarnya, jawaban yang demikian ini justru membuat si penanya tambah bingung. Karena yang diharapkan adalah sebuah jawaban. Mungkin malah arahan dari dua pilihan. Tapi yang kita kasih? "Terserah kamu, mana yang terbaik ambillah," atau "Ya...Pokoknya mana yang terbaik deh," : sebuah pilihan, bukan lagi arahan.
Dalam contoh kasus yang pertama di atas, si kakak akan merasa tambah bingung karena tidak boleh mengatakan "mana ada, dek, yang mau sama mas kayak gini ini," oleh adiknya. Lebih-lebih ketika si adik bilang "Yaa....nggak boleh ngomong gitu pokoknya," ketika sang kakak menanyakan, "Jadi, mas musti gimana, dek?." Sang kakak sebenarnya ingin meminta arahan bahwa, jika tidak boleh mengatakan, maka apa yang boleh di katakan?
Jadi, apa yang seharusnya kita lakukan?
Berikan jawaban.
Apapun jawaban itu.
Tak masalah bila jawaban itu salah, misalnya, yang penting tidak menambah beban bagi si penanya.
"Putuskan! Salah? Alamiah." (Mario Teguh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana pendapat Anda terkait tulisan di atas? Silakan tinggalkan komentar Anda di sini