SOLUSI UNTUK HUTAN KITA

(Terbit di Riau Pos, Edisi Cetak Minggu 13 Februari 2011 hal.35)

Oleh Nur Haris Ali*

Berbicara masalah keberlangsungan hidup hutan yang ada di muka bumi ini, sepertinya semua jawaban sama: sedang mengalami masa krisis. Permasalahan di sektor kehutanan di negara kita pun dari tahun ke tahun sepertinya juga belum membaik. Aktivitas illegal logging, misalnya, masih saja terus terjadi di sejumlah tempat di Indonesia.

Kemarin, saya membaca berita di media massa terkait keberlangsungan hutan alami yang terjadi di tanah air belakangan ini. Saya sunguh sangat miris membacanya. Bagaimana tidak? Ambil contoh seperti yang terjadi di kawasan teluk Pandan, Kutai Timur Kalimantan Timur (Kaltim).

Di kawasan konservasi lingkungan yang masih tersisa di Kaltim itu, terdapat benteng terakhir hutan tropis dataran rendah, rusak akibat aktivitas pembalakan liar dan pembukaan lahan tanpa izin. Anehnya, aktivitas itu dilakukan oleh puluhan warga setempat. Mereka bahkan, selain melakukan kegiatan illegal logging, juga berani bertengger mendirikan tenda-tenda di sekitar lokasi untuk melakukan kegiatan tebang hutan sejak pagi hingga sore.

Tak berhenti sampai di situ. Kemirisan saya ini pun berlanjut ketika saya membaca data yang dilaporkan Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) bahwa selama tahun 2010, lima danau besar yang ada di tanah air tercemar akibat pembuangan limbah dan kegiatan penambangan

Wajar jika Walhi pun akhirnya berani memperkirakan, pada tahun 2011 ini, pencemaran dan kerusakan lingkungan akan terus meningkat hingga mendekati angka 70 persen dibandingkan tahun 2010.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Menurut saya ada dua faktor penyebab. Pertama, kurangnya kesadaran masyarakat akan dampak yang ditimbulkan dari ulah mereka itu sendiri. Kedua, masih lambatnya tingkat ketanggapan dan kecepatan para pemangku jabatan dalam menangani kasus-kasus pembalakan liar dan pencemaran lingkungan.

Laporan dari Forest Watch Indonesia (FWI) dan Global Forest Watch (GFW) yang berjudul The State of the Forest: Indonesia, terungkap bahwa 40 persen hutan Indonesia telah ditebang sejak tahun 1950. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan jika terus dibiarkan. Apalagi tahun 2011 ini, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah mendeklarasikan bahwa tahun 2011 sebagai tahun hutan internasional (International Year of Forest).

Banyak cara sebenarnya yang bisa dilakukan untuk meredam permasalahan di atas, baik oleh setiap individu maupun kelompok. Pertama, semua lapisan masyarakat, baik yang ada di daerah perhutanan maupun di daerah non-perhutanan, harus melakukan penanaman pohon. Dalam hal ini, pemerintah sebagai penyelenggara bisa melakukan sebuah gebrakan dengan mengadakan program “satu orang satu pohon.” Boleh menambahkan jargon-jargon tertentu untuk menambah semangat. Lebih lanjut, program penanaman pohon ini bisa dilakukan dengan bekerjasama bersama dengan sejumlah LSM. Program ini juga bisa diperluas seperti mengadakan pelatihan kepada para ibu untuk mengajarkan kepada anak-anak mereka sejak dini, akan pentingkan kesadaran lingkungan.

Kedua, memanfaatkan piranti multimedia seperti blog dan situs jejaring sosial lainnya. Fungsi piranti multimedia ini adalah untuk mengaungkan akan pentingnya pelestarian lingkungan saat ini dan yang akan datang. Hal ini bahkan bisa sangat mempermudah solusi pertama di atas. Pemerintah dan LSM tak perlu susah-susah, jika memang tak mau susah, untuk mengkampanyekan program ini. Mereka bisa menuliskan ajakan-ajakan untuk melestarikan dan penyetopan atas pencemaran lingkungan. Saya percaya, progam ini akan berjalan sukses jika ada niatan dari dalam diri masing-masing. Apalagi, sebagaian besar masyarakat Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melek dengan teknologi informasi***.


*Penulis adalah Mahasiswa Psikologi FPSB Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana pendapat Anda terkait tulisan di atas? Silakan tinggalkan komentar Anda di sini