Oleh Nur Haris ‘Ali
gambar dari goggle |
Hari Valentin sepertinya sudah menjadi tradisi di hampir setiap sudut bumi. Walaupun kaum muda yang lebih dominan merayakan, terutama pasangan yang sedang berpacaran, akan tetapi kaum dewasapun tak ketinggalan berpartisipasi.
Hari Valentin yang dirayakan setiap tanggal 14 Februari, katanya adalah hari kasih sayang. Sejujurnya, saya buta tentang sejarah adanya perayaan hari Valentin ini. Seingat yang pernah saya dengar, asal muasal hari Valentine tidak jauh-jauh dari penjara, surat dan seseorang yang bernama Valentine. Selebihnya, gelap. Alias tidak tahu. Entah mengapa saya tidak tertarik untuk lebih mendalami.
Saya juga tidak tahu jika kemudian hari Valentin dikaitkan dengan agama tertentu maka hasilnya adalah larangan untuk merayakannya. Bahkan, ada yang lebih esktrim lagi—dalam agama Islam—katanya hal itu adalah kafir, bid’ah dlolalah yang berpotensi menjerumuskan pelakunya jika berlebihan merayakannya. Untuk soal ini, saya memang terlalu lugu dan memang tidak banyak tahu.
Dalam tulisan ini, saya ingin mengungkapkan uneg-uneg saya yang sejak tadi berputar-putar minta dikeluarkan dari pikiran saya. Secara umum, tulisan ini akan berbicara pada dua hari pada judul di atas yang, menurut saya memiliki persamaan namun sering terlupakan oleh banyak orang.
Hari Kasih Sayang
Apa yang ada dalam benak kita, ketika mendengar hari Valentin? Kasih sayang, cinta, kekasih, atau apa? Saya yakin, minimal tiga kata itu yang selalu muncul ketika kata hari Valentin disebut.
Menariknya, pada bulan Februari tahun ini, ada dua tanggal yang sepertinya menjadi sorotan masyarakat, khususnya kaum muda dan kaum muslim. Dua tanggal itu adalah 14 Februari dan 15 Februari. 14 Februari menjadi sorotan karena banyak diyakini sebagai hari kasih sayang. Sementara tanggal 15 Februari, yang pada tahun ini bertepatan dengan 12 Rabi’ul Awal, menjadi sorotan karena hari itu adalah hari dimana Nabi Muhammad Saw dilahirkan.
Bagi saya, dua hari ini sama-sama agungnya. 14 Februari agung karena banyak kaum muda yang sebenarnya tidak tahu sejarah hari Valentin namun mereka mampu meyakini bahwa hari itu adalah hari kasih sayang. Sementara 15 Februari (12 Rabi’ul Awal, untuk tahun 2011 ini) agung karena masyarakat—umumnya kaum muslim—meyakini bahwa hari itu adalah hari dilahirkannya junjungan mereka: Muhammad Saw.
Dengan demikian maka, pada tahun 2011 ini, antara hari Valentin dan hari lahirnya Nabi Muhammad Saw, memiliki kesamaan yang agung jika dirayakannya. Apa? Sama-sama hari kasih sayang, cinta dan untuk sang kekasih. Bedanya, jika hari Valentin kasih sayang ditujukan kepada manusia yang dicintai saat ini, misal pacar atau istri, dan jika hari Maulid Nabi kasih sayang ditujukan kepada manusia yang harus dicintai selamanya: Muhammad Saw. Namun, yang menjadi pertanyaan saya adalah: mengapa masyarakat berbeda dalam merayakan kedua hari tersebut?
Ketika mendengar ada sekelompok kaum muda merayakan hari Valentin, hal itu dikatakan haram bahkan kafir. Apa karena hari Valentin tidak ada dalam ajaran Islam? Jika demikian, bukankah merayakan hari lahirnya Nabi Muhammad Saw sebenarnya juga tidak ada dalam perintah Islam?
Saya tidak bermaksud merayakan hari Valentine itu boleh. Ini bukan masalah boleh atau tidak. Tapi, saya melihat perilaku sekelompok orang yang menurut saya, terlalu berani menghukumi kafir dan mengharamkan para kaum muda yang merayakan padahal sekelompok orang itu berbicara tidak pada kapasitasnya. Bagi saya, antara memperingati hari Valentin dan hari Maulid Nabi Muhammad Saw. itu sama-sama memiliki titik temu, walaupun tidak sama persis. Apa? Ingin menujukkan rasa kasih sayang. Menunjukkan rasa cinta. Dan memberikan sesuatu (hadiah atau coklat, biasanya) sebagai bentuk dari isi hatinya itu.
Tak Perlu Berlebihan
Saya lebih sepakat jika ada seseorang atau organisasi keagamaan yang menasihati kaum muda atau orang yang mau merayakan hari Valentin untuk tidak berlebihan dalam merayakan hari kasih sayangnya itu.
Kita harus mengerti bahwa, segala sesuatu itu tidak perlu disikapi secara berlebihan. Dalam perspektif Islam, sudah jelas bahwa, yang belebihan itu dekat dengan syaitan (QS. Al Isra’ [17]: 27). Begitu pula dalam merayakan hari Valentin ini, tak perlu kiranya jika ingin merayakan lalu merayakan secara berlebihan. Tiap orang di negara-negara dunia memiliki memiliki tradisi berbeda-beda. Di Jepang, misalnya, untuk menyambut hari Valentin, kebanyakan mereka membuat cokelat untuk diberikan kepada pasangannya masing-masing. Di Spanyol, ada tradisi pasangan saling bertukar hadiah dan para suami mengirimi istri mereka sebuket bunga (Inilah.com, 13/2). Cuma di Indonesia saja sepertinya yang merayakan hari Valentin dengan “kebablasan.” Mereka sering kali terjebak pada mitos hari kasih sayang itu sendiri dan mewujudkan mitos itu dalam bentuk tindakan tidak tepat, seperti pesta narkoba atau seks (Muzayyad, Kompas (14/2).
Memang, setiap orang itu membutuhkan rasa cinta dan untuk dicintai. Bahkan, menurut Abraham Maslow, kebutuhan seseorang untuk mendapatkan cinta ini menjadi syarat untuk bisa mengaktualisasi dirinya. Namun, apakah dengan huru hara seperti itu merayakan hari kasih sayang?
Yang jelas dalam setiap hal pasti ada sisi positifnya untuk kita petik. Bagi saya, kasih sayang bukan hanya sekadar untuk dirayakan setahun sekali saja. Sama halnya dengan hari kasih sayang untuk memperingati kelahiran manusia tercinta: Muhammad Saw. Ini juga tidak untuk setahun sekali. Kasih sayang adalah kebutuhan setiap manusia yang perlu dipenuhi setiap harinya.
gambar dari sini |
pada dasarnya sebetulnya perayaan apapun memang tidak ada (tidak diajarkan) dalam Islam kan? seperti perayaan ulang tahun, perayaan (peringatan)kematian, bahkan mungkin perayaan hari raya. Hanya saja, khusus pada hari raya itu memang ada beberapa sunnah yang dapat dijalankan oleh seorang Muslim. Pada dasarnya memang sebetulnya bagaimana kemudian kita dapat memaknai segala sesuatunya tanpa harus berlebihan dan kembali pada niat. Niat kita awalnya apa? Termasuk dalam hari kasih sayang ato istilah anak gaulnya Valentine Day. Tapi bagi saya secara pribadi, saya tidak peduli dengan valentine, karena bagi saya, memang tidak ada tuntunannya merayakan kasih sayang pada satu hari tertentu. sama halnya dengan maulid, mengapa kita baru mengadakan pengajian besar-besaran hanya saat maulid saja, atau hanya saat nuzulul qur'an saja, atau hanya saat peristiwa2 tertentu saja. kenapa kita tidak merayakan pengajian secara rutin tiap pekannya (atau tiap bulannya) tanpa harus dilandasi dengan embel-embel "Peringatan......". Apalagi, kita baru bersholawat besar-besaran, hanya pada saat maulid saja. Tidak pada setiap sholat, tidak pada setiap doa kita, maupun tidak pada setiap kegiatan kita. Itu bagi saya lho.. Well, back to valentine's day, saya tetap tidak sepakat, karena kembali lagi pada latar belakang valentine tu opo tho? Wong kita nggak ngerti apa2 ttg valentine kok ikut2an trend yang ada.. Hanya orang yang tidak berpengetahuan tho yang merayakan kayak gitu... Apalagi kalo sampe rela menyerahkan keperawanan/ keperjakaannya hanya demi melewati valentine bersama kekasih (yang belum jadi suami/ istrinya). Naudzubillah... Lagipula, kalo kita sayang sama seseorang, kenapa hanya diberikan (kasih sayangnya/ hadiah/ apapun itu) saat hari tertentu saja. Sama juga dengan maulid, kalo kita sayang Rasulullah SAW, kenapa hanya ikut pengajian saat maulid aja, tapi kita gak ngikutin beliau dalam Sunnah-nya setiap hari? Well, pada akhirnya itu kembali lagi ke niat kita juga sih... Hehe, urun rembug aja lho ris ya... :)
BalasHapus