Oleh Nur Haris Ali
Belakangan terakhir, lagi-lagi publik dikejutkan dengan pernyataan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait gajinya yang tak pernah naik selama tujuh tahun terakhir. Belum lama setelah itu, publikpun kembali dikejutkan dengan gaji 8.000 pejabat negara yang disinyalir akan juga dinaikan bulan ini.
Tulisan ini tidak bermaksud membicarakan makna di balik ucapan SBY itu, karena sudah banyak yang mengulasnya. Saya hanya ingin melihat sisi lain dari respon para pejabat negara, khususnya para anggota DPR dan Menteri Keuangan yang dengar-dengar akan menaikan gaji 8.000 pejabat negara ini.
Adalah bukan konglomerat atau politisi bergelimang uang, Lernando Lugo Mendez, presiden Paraguay, penganut sosialisme yang juga mendalami ajaran Pancasila. Ia, Lugo, malah menolak mendapat gaji selaku presiden.
Keputusan Lugo untuk menolak gaji selaku presiden itu setidaknya bisa menjadi contoh bagi para pemimpin di dunia, termasuk di negara kita ini.
Bagaimana dengan kinerjanya?
Lugo pun justru mampu menciptakan keajaiban terbesar selama perhelatan di dunia politik, sepanjang sejarah demokrasi jagad raya ini. Sendirian ia melawan arus besar yang berlaku di semua negara, termasuk di Indonesia, di mana gaji presiden menjadi acuan untuk gaji-gaji para pejabat bawahan lainnya.
Justru keputusan Lugo yang mencengangkan itu disambut gembira oleh rakyatnya. Sementara di Indonesia? coba lihat apa yang dirasakan masyarakat ketika Presiden SBY yang—katanya—mengeluh terkait gaji, lalu direspon DPR dan menkeu untuk berencana menaikkan gaji 8.000 pejabat negara lainnya. Rakyat malah risih!
Mengapa para pejabat negara ini seolah-olah sangat bersemangat ketika berbicara gaji, tapi mlempem ketika menangani permasalahan rakyat dan kasus-kasus yang merugikan negara.
Saya pun tak habis berpikir. Apa sebenarnya yang diinginkan pejabat negara ini? Pantas bila rakyatpun kian hari kian tak percaya dengan para pejabat negeri ini. Pantas bila para tokoh lintas agama di negeri ini pun menyebut pemerintah telah berbohong pada rakyat.
Contoh Lugo, presiden Paraguay di atas, seharusnya bisa menjadi pepiling (cambuk. red) bagi para pejabat negara ini. Dengan menolak mendapat gaji, Lugo, yang juga pengagum pemikiran Bung Karno itu, justru benar-benar menjadi relawan di tampuk kekuasaan negara Paraguay. Lugo bahkan akan menjadi satu-satunya pimpinan negara di dunia yang murni volunteer, alias bekerja tanpa mendapat upah, tidak seperti di Indonesia!
Lihat apa yang terjadi saat ini di gedung DPR-MPR, mereka habis-habisan menggodok dan berusaha menge-goal-kan, bagaimana gaji presiden bisa dinaikan agar gaji mereka pun juga bisa naik. Bagaimana masyarakat tak risih dengan hal demikian? Alih-alih mau menyesuaikan gaji pejabat negara dengan yang sudah ada di undang-undang, justru malah membuat masyarakat Indonesia semakin tak percaya dengan para pejabat negera! Seolah-olah, negara ini memang sudah termakan dengan gelimpangan harta dunia.
Bagaimana rakyat tak risih. Apalagi ada media yang memberitakan, gaji presiden Indonesia menduduki peringkat ketiga dunia. Apa masih harus dinaikkan (lagi) gajinya?
Angka Rp 62.497.800 per bulan atau Rp 749.973.600 per tahun untuk gaji seukuran presiden, menurut saya itu malah terlalu tinggi. Mengapa? Coba tengok rakyat jelata ibu pertiwi ini, begitu banyak manusia Indonesia yang tak mampu memperoleh gaji sebesar itu.
Saya hanya ingin menegaskan: untuk para pejabat negara yang terhormat, baik itu presiden maupun pejabat lainnya, termasuk Menteri Keuangan dan para anggota DPR yang menurut saya tidak seharusnya merespon dan berencana menaikkan gaji presiden serta para pejabat negara lainnya: janganlah berbicara GAJI (melulu). Berbicara gaji ini sangat sensitif!. Coba urus dulu itu kasus-kasus yang belum selesai-meresahkan rakyat!. Tunjukkan prestasi, baru berbicara terkait gaji. Kasihan rakyat Sidoarjo yang sampai saat ini masih menjerit belum mendapatkan rumah mereka kembali. Kasihan rakyat Wasior yang sampai saat ini belum mendapatkan hak mereka kembali. Kasihan rakyat di sekitar lereng Merapi yang sampai saat ini juga belum jelas bagaimana nasib mereka sekarang. Apakah memang demikian yang diinginkan para pejabat negara? Semoga tidak!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana pendapat Anda terkait tulisan di atas? Silakan tinggalkan komentar Anda di sini