Dini hari di malam ini, Jum'at (21/1), perut saya keroncongan. Hanya satu yang ada dalam fikiran saya. Burjo (sebutan populer di Yogyakarta untuk semacam warung makan yang selalu buka 24 jam). Ya, Burjo. Saya harus segera pergi ke Burjo, jika tidak ingin perut saya terkena maag.
Pergilah saya malam-malam itu ke Burjo yang berlokasi dekat asrama saya. Tentu dengan jalan kaki, karena memang jarak tempuh cuma sekitar 25 meter.
Dalam tulisan ini, saya tidak akan membahas tentang makanan apa yang saya pesan dari abang-abang tukang Burjo itu. Tapi di sini, saya ingin sedikit berbagi cerita dari apa yang saya dapati ketika di Burjo samping asrama saya itu.
***
Waktu di layar handphone saya menunjukkan waktu pukul 00.14 wib.
Di Burjo tempat saya makan itu, ada televisi yang sedang nyala dan menayangkan sebuah acara kuis. Kuis itu bukan kuis di Indonesia. Tapi sebuah acara kuis luar negeri yang di siarkan oleh stasiun televisi di Indonesia. Tentu tidak memakai bahasa Indonesia, tetapi bahasa Inggris.
Oke, jadi ini ceritanya, ini antara saya, burjo, dan kuis malam itu.
Saya akan menceritkan tentang kuis itu kepada Anda. Mengapa?
Simpel saja alasannya. Karena menurut saya, kuis luar negeri yang ada disiarkan stasiun televisi Indonesia itu, sungguh sangat-sangat berbeda dengan kuis-kuis yang saya temui di Indonesia.
gambar diambil dari sini |
Minute to Win It, demikian nama acara kuis itu. Di tayangkan oleh stasiun MNCTV. Sekitar jam 12 malam dini hari.
Bagi saya, kuis itu sangat menarik dan penuh muatan psikologisnya. Setidaknya, anggapan saya itu benar jika saya lihat dari perspektif psikologi yang ada di acara kuis itu. Ya, saya juga tidak tahu kenapa, saya kok memandangnya dari perspektif psikologi. Apa karena saya orang psikologi? mungkin.
Bisa kita bayangkan. Pertama, hanya dengan menggunakan dua alat: benang dan jarum kecil, pemain kuis itu bisa mendapatkan hadiah 5000 US$.
Sekali lagi, 5000 US$. Banyak lho, 5000 dollar itu. Kalau tidak saalah, 1 dollar jika di kurs kan ke rupiah itu sekitar Rp 9050,-. Berarti kalau 5000 dollar, ya tinggal dikalikan saja: 5000 x 9050 = Rp 45.250.000. LUAR BIASA bukan main, bukan?.
Kalau di desa saya dulu (sekarang juga masih), benang dan jarum kecil yang berlubang sangat kecil itu masih digunakan untuk menjahit baju.
Kalau di rumah, biasanya budhe saya yang hingga sampai detik ini, masih menggunakan jarum kecil berlubang dan benang sepert itu.
Saya hanya geleng-geleng kepala merasa takjub melihat peralatan yang digunakan dalam kuis itu."Hebat!, beda banget sama kuis di Indonesia.
Jarum kecil sama benang aja bisa mendatangkan 5000 dollar. Ah, Kalau di Indonesia, jarang ada yang bisa masukin benang ke lubang kecil jarum semamcam itu?. Yang pasti bisa mah, orang-orang pedalaman, yang di kampung-kampung."
Kedua, bedanya sama kuis di Indonesia lagi, dalam kuis itu, ceritanya kan, ada dua orang: laki satu dan cewek satu, yang menjadi satu tim.
Ketika si laki-laki gagal dalam level kedua, dia diminta menuju datang ke pembawa acara dan berkumpul dengan pasangannya yang cewek. Lalu, si pembaca acara memberikan waktu sejenak dan berkata, "Oke, sekarang Jack (nama laki-laki itu), apa yang ingin kamu katakan sama temanmu ini? silakan...," kata si pembawa acara sambil menunjuk teman satu tim laki-laki itu.
"Aku gugup," kata Jack.
"Jack, tarik nafasmu, tenang," Si cewek teman timnya itu memotivasinya, "Oke...tarik nafasmu dalam-dalam, Jack. Yakin! kita pasti bisa!" demikian kata si cewek yang satu tim memotivasi Jack.
Nah, tuh. Ini sangat jarang, bukan, kita temui di kuis-kuis di Indoensia? Seingat saya tidak ada kuis di Indonesia yang seperti itu. Atau ada mungkin, tapi sedikit hampir mirip atau malah tidak?
Saya memandangnya, muatan psikologisnya itu ada ketika si pembawa acara mempersilakan Jack untuk mengeluarkan dan mengungkapkan isi hatinya. "Oke, sekarang Jack, apa yang ingin kamu katakan sama temanmu ini? silakan...," kata si pembawa acara ini, bagi saya sama halnya dengan, "Jack, keluarkan isi hatimu. Apa yang ingin kamu katakan, keluarkan. Apa yang menjadi bebanmu, keluarkan. Keluarkan semuanya, Jack."
gambar diambil dari sini |
Kalimat seperti itu saya dapatkan ketika dari Stephen Covery, Penulis buku best seller 7 habits of Highly Effective People, berbicara dalam konteks lain. Covery waktu itu mengatakan begini, "kesuksesan meraih kemenangan publik, pasti harus didahului oleh meraih kemenangan pribadi." Nah, jika perkataan Covey ini saya analogikan dengan konteks perasaan yang dialami oleh Jack dalam kuis di atas, maka tepat apa yang dilakukan oleh si pembawa acara kuis tersebut. Ia memberikan kesempatan kepada Jack untuk bisa meraih kemenangan pribadinya, setelah Jack gagal pda level kedua dalam kuis itu. Dan, kemenangan pribadi itu bisa Jack peroleh dengan jalan mengeluarkan semuan beban-beban yang ada dalam otak Jack waktu itu, "Aku gugup," kata Jack. Gugup adalah beban yang disandang Jack pada waktu itu, bukan?
Lagi.
gambar diambil dari sini |
Pada saat memberikan kuliah tentang Manajemen Stress, pernah Steven Covey mengangkat segelas air dan bertanya kepada para mahasiswanya:
"Seberapa berat menurut anda kira segelas air ini?"
Para siswa menjawab mulai dari 200 gr sampai 500 gr.
"Ini bukanlah masalah berat absolutnya, tapi tergantung berapa lama anda memegangnya," kata Covey. "Jika saya memegangnya selama 1 menit, tidak ada masalah. Jika saya memegangnya selama 1 jam, lengan kanan saya akan sakit. Dan jika saya memegangnya selama 1 hari penuh, mungkin anda harus memanggilkan ambulans untuk saya. Beratnya sebenarnya sama, tapi semakin lama saya memegangnya, maka bebannya akan semakin berat."
"Jika kita membawa beban kita terus menerus," Covey masih melanjutkan penjelasannya, "lambat laun kita tidak akan mampu membawanya lagi.
Beban itu akan meningkat beratnya," jelas Covey.
"Apa yang harus kita lakukan adalah," lanjut Covey memperhatikan para mahasiswanya, "meletakkan gelas tersebut, istirahat sejenak sebelum mengangkatnya lagi".
Nah, dari cerita Covey di atas, maka dalam konteks yang dialami oleh Jack, maka dia harus meninggalkan beban dia itu agar Jack dapat lebih segar dan mampu kembali fresh ketika memasuki level ketiga dalam kuis itu.
Luar biasa bukan main, bukan?
Nah, itu. Itulah kenapa, kuis luar negeri itu sangat menarik bagi saya.
Kemudian yang ketiga, yang terakhir. Ketika si pembaca acara bertanya kepada Jack, "Jack, siapa orang yang sangat memotivasimu?"
"Papa Jack," jawab Jack singkat.
"Apa yang akan dia katakan kepadamu, Jack, jika ia melihat kamu berhasil dalam kuis ini?," pembawa acara.
Jack terdiam sejenak. Menunduk. Suasana jadi tenang. Para hadirin juga tenang. Hening. Dan...
"Aku bangga denganmu, nak!," suara jack merasuk dalam suasana keheningan itu. Beberapa hadirin terharu dan ada yang meneteskan air mata.
Rasakan, begitu pekanya, bukan, orang luar negeri itu? ada yang sampai meneteskan air mata, coba.
"Oke, Ladys and gentlemens, " suara si pembawa acara memecahkan keheningan, "Mari kita dukung Jack dengan mendengarkan pembicaraan langsung antara Jack dengan Papa Jack via telfon sekarang!,"
Suasana kuis itu langsung riuh dan penuh sambutan tepuk tangan para hadirin.
Selang beberapa detik, suara papa Jack via telfon memasuki arena dalam kuis itu. Dan, apa yang dia katakan?
"Jack, papa bangga denganmu!," suara papa Jack ikut meriuhkan kembali suasana keheningan dalam kuis itu, "Ingat Jack," lanjut Papa Jack,
"Setiap keberhasilan itu hanya bisa kita temukan jika kita ada persiapan dan kesempatan. Dan papa yakin, kesempatan itu ada padamu sekarang, Jack!"
Sambutan applous yang luar biasa kembali riuh setelah mendengar kata papa Jack terakhir itu. Dan, akhirnya...apa yang terjadi?
Jack, dan temannya cewek itu, mereka berhasil memenangkan kuis itu dengan membawa pulang uang senilai 75.000 US$ atau sama dengan Rp 678.750.000,-. Sekian.***
ilustrasi gambar diambil dari sini |
luar biasa haris. referensi buku yang antum cantumkan itu buku yang luar biasa, dari seorang yang berhasil. yap, ane juga ngakuin kalo orang barat terkadang lebih lembut hatinya, sehingga mudah tersentuh. mungkin bisa dibuktikan dari mudahnya orang barat (yang baik tentu saja) dalam menerima ajaran-ajaran Islam, sehingga betapa pesatnya umat Islam berkembang di negara2 eropa dan sekitarnya. menurut saya itu tidak lepas dari betapa mudahnya mereka untuk disentuh hatinya..
BalasHapusoya, jgn lupa, antum ketambahan satu temen sekarang. di add, dan rajin2 lah mengiktui cerita ane di ridho-dido.blogspot.com.
smoga cerita ane menyegarkan dan menyenangkan untuk selalu disimak =)
Setuju, Idho....tapi, kenapa yak masyarakat kita itu kok beda sama mereka. Maksudku, jaang masyakarat Indonesia yang mudah tersentuh misal, oleh ajaran2 agama. Sedangkan mereka, orang barat, punya akan hati yang mudah tersentuh....?
BalasHapusudah aku komentari tu do, blogmu :D
menurut ane, itu justru berkaitan dengan ajaran agama yang masing masing individu enyam.. orang bule yang biasanya atheis misalkan, atau mengalami kekecewaan karena ajaran agama yang mereka anut nda sesuai dengan logika mereka, biasanya mereka terus mencari2 agama mana sih yang benar. dan ketika mereka mempelajari islam, dan mereka mendapatkan hidayah, mereka akan berkata, "wah ini agama yang selama ini gue cari jek!"
BalasHapustapi ketika umat Islam yg angin2an, mereka justru jenuh dan sebal dengan agama mereka sendiri. Mereka malu, dan menyembunyikan identitas mereka. sehingga ketika disentuh bagaimanapun juga, mereka akan cenderung menutup hati mereka