PROSES DAN HASIL, SELAMAT HARI IBU

gambar dari google.com
Sebuah tulisan telah menginspirasi saya untuk menuliskan reviu tulisan itu hingga akhirnya Anda baca saat ini. Tulisan itu menurut saya sangat inspiratif. Semoga Anda juga demikian adanya. Tulisan itu berasal dari seorang da'i yang pernah naik daun: K.H Abdullah Gymnastiar.

Mengapa menginspirasi? karena tulisan itu sama persis dengan apa yang saya alamai beberapa bulan yang lalu. Ceritanya begini: bulan Agustus lalu, saya mencoba untuk mendaftar sebagai participant (peserta) International Student Festival in Throndhiem (ISFiT) di Norwegia.

Saya sangat semangat pada waktu itu, hingga proses pengiriman berkas pun saya buat sesempurna mungkin agar saya bisa diterima nantinya di program itu.Namun sayang, setelah masuk pada tanggal pengumuman lolos tidaknya seleksi berkas, ternyata pihak panitia mengatakan, "maaf, kami sudah menerima lebih dari 400.000 pelamar program ini. Jadi, kami tidak bisa menerima berkas lamaran Anda, karena kami sudah over load." Tentu bahasanya bukan bahasa Indonesia yang dipakai. Apa? ya bahasa Inggris dong.

Saya sedikit merasa kesal waktu itu. Bagaimana tidak. Saya  sudah menyiapkan begitu sesempurna mungkin agar nantinya saya bisa diterima, tapi, ternyata saya gagal. Walaupun, kegagalan saya bukan kok karena isi atau contents berkas yang saya kirim. Tapi masalah waktu. Andai saja ketika pertama kali saya mendapat informasi program itu, kemudian saya langsung mengirim berkas. Pasti bisa diterima. Kalee. Hee :D

Kembali pada "proses" di atas. Sebenarnya, kalau kita mau mencermati, yang harus kita syukuri itu adalah proses itu sendiri. Bukan kok hasilnya. Mengapa demikian? K.H. Abdullah Gymnastiar atau biasa disapa Aa' Gym mengatakan, karena yang bernilai dalam hidup ini ternyata adalah proses dan bukan hasil. Secara logika, benar apa yang dikatakan oleh ulama' asal kota jawa barat itu. Dan, ketika kita berbicara masalah hasil, maka sesungguhnaya itu bukanlah daerah yang bisa diambah oleh manusia. Hasil adalah urusan Allah SWT. sebagai penetapnya. Apakah Ia akan memberikan takdir dengan hasil yang baik itu urusan-Nya, dan apakah Ia akan memberikan takdir yang sesuai dengan keinginan hamba-Nya, itu juga keputusan-Nya. Sekali lagi, bukan daerah manusia.

Bagi kita, hamba-Nya, hanya memiliki kewajiban untuk menikmati dua perkara yang dalam aktivitas sehari-hari harus kita jaga, yaitu selalu menjaga niat dari apapun yang kita lakukan dan selalu berusaha menyempurnakan ikhtiar (usaha) yang kita lakukan. Selebihnya? terserah urusan Allah swt.

Dalam mencari rizki pun, ada dua perkara yang perlu dan selalu kita jaga, yaitu (1) ketika sedang mencari: maka kita sangat menjaga nilai-nilainya, dan (2) ketika kita mendapatkannya: maka kita harus bisa mendistribusikan sekuat-kuatnya. Inilah yang sangat penting.

Oleh sebab itu, tidak baik jika hanya terpukau oleh hasil saja.  Hasil yang bagus menurut kita belum tentu bagus menurut perhitungan Allah SWT, bukan?. Kalau, misalnya, kualifikasi mental kita hanya uang 50 juta yang mampu kita kelola. Kemudian, suatu saat Allah SWT. memberikan untung satu milyar, maka untung itu bisa jadi musibah untuk kita. Mengapa demikian? Karena setiap datangnya rizki, akan efektif jika iman kita bagus dan kalau ilmu kita juga bagus. Kalau tidak? maka datangnya uang, datangnya gelar, datangnya pangkat, datangnya kedudukan, yang semuanya tidak dibarengi sama sekali dengan kualitas pribadi diri yang bermutu, samahalnya dengan datangnya musibah. Ada orang yang hina gara-gara dia punya kedudukan, karena kedudukannya tidak dibarengi dengan kemampuan mental yang bagus, jadi petantang-petenteng, jadi sombong, jadi sok tahu, maka dia jadi nista dan hina karena kedudukannya.

Ada orang yang terjerumus, bergelimang maksiat gara-gara dapat untung. Hal ini karena ketika belum dapat untung akan susah ke tempat maksiat karena uangnya juga tidak ada, tapi ketika punya untung sehingga uang melimpah-ruah tiba-tiba dia begitu mudahnya mengakses tempat-tempat maksiat.

Selalu nikmati proses
Seperti saat seorang ibu membuat kue lebaran, ternyata kue lebaran yang hasilnya begitu enak itu telah melewati proses yang begitu panjang dan lama. Mulai dari mencari bahan, memilah-milah, menyediakan peralatan yang pas, memadukannya dengan takaran yang tepat, hingga menungguinya di open. Dan lihatlah, ketika sudah jadi kue itu, kemudian dihidangkan, beberapa menit saja sudah ludes. Habis. Dan biasanya, tidak dimakan sendirian oleh yang si pembuatnya. Bayangkan kalau orang membuat kue tadi tidak menikmati proses membuatnya, dia akan rugi karena hanya akan dapat capeknya saja. Artinya, ternyata yang kita nikmati itu bukan sekedar hasil, tapi proses, bukan?

Begitu pula ketika ibu-ibu punya anak, lihatlah prosesnya. Hamilnya sembilan bulan. Sungguh begitu berat, bukan? tidur pun susah. Berbaring pun sulit. Berdiri berat. Jalan juga limbung, masya Allah. Kemudian saat melahirkannya pun berat dan sakitnya juga setengah mati. Padahal, setelah si anak lahir, belum tentu balas budi. Sudah perjuangan sekuat tenaga untuk melahirkan. Sewaktu kecil dirawat dengan baik. Sekolah juga ditunggui. Dapat kita bayangkan, bukan, seandainya semua proses mendidik dan mengurus anak di atas tidak dilandasi keikhlasan, maka akan sangat tidak sebanding antara balas budi anak dengan pengorbanan ibu dan bapaknya. Dapat kita bayangkan pula, bukan, seandainya menunggu anak berhasil kelak, sedangkan prosesnya sudah sangat capek setengah mati seperti itu, namun tiba-tiba anak meninggal, naudzhubillah, apa yang kita dapatkan?

Oleh sebab itu, bagi para ibu, nikmatilah proses hamil sebagai ladang amal. Nikmatilah proses mengurus anak: pusingnya dan rewelnya anak sebagai ladang amal. Nikmatilah proses mendidik anak, menyekolahkan anak, dengan penuh jerih payah dan tetesan keringat sebagai ladang amal. Jangan pikirkan apakah anak mau balas budi atau tidak, sebab kalau kita ikhlas menjalani proses tersebut, insya Allah tidak akan pernah rugi. Karena memang rizki kita bukan apa yang kita dapatkan, tapi apa yang dengan ikhlas dapat kita lakukan. Hari ini, Rabu, adalah tanggal 22 Desember 2010. Saya ucapkan, "Selamat Hari Ibu" untuk seluruh Ibu yang ada di dunia. Perjuanganmu sungguh luar biasa. Terima Kasih telah melahirkan kami. Doamu, selalu kami harapkan. Terimakasih Ibu.
 
gambar dari google.com
Terakhir, bagi kita semua, mari kita nikmati proses dalam kehidupan ini dengan penuh keikhlasan. Tidak baik jika terlalu mengharapkan hasil tapi tidak dilandasi dengan rasa ikhlas dan tawakkal kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Ingat tujuan (hasil, red) tapi nikmati juga proses! Demikian. [Haris|22.12.2010]
----------------------------------
*Alih-alih mau buat tulisan di buletin Jum'at. Eh, jadinya malah nulis di sini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana pendapat Anda terkait tulisan di atas? Silakan tinggalkan komentar Anda di sini