INTELIGENSI DALAM SEJARAH DAN DEFINISI

Apa kabarmu hari ini, Kawan!


Kawan, beberapa hari yang lalu, di mata kuliah Asesmen Bakat dan Kognitif (ASBAK), saya dan teman-teman saya mendapat tugas kelompok: mencari definisi Inteligensi. Terkejut saya ketika membaca tugas itu, kawan. "Oh, ternyata ada banyak tokoh ya, yang mendefinsikan inteligensi itu," demikian kata hati saya waktu itu. Dan, berikut adalah bebarapa defenisi inteligensi menurut para ahli, Kawan. Tulisan ini, saya cuplikkan dari bukunya Pak Azwar, Pengantar Psikologi Inteligensi, dan sumber pendukung lainnya. Namun, sebelum melangkah lebih jauh tentang definisi Inteligensi, alangkah lebih baiknya jika kita tahu dulu sejarah Inteligensi. Semoga bermanfaat dan salam haris-berbagi.com.


***

SEJARAH TES INTELIGENSI
Pada awalnya telah dipraktekan oleh negara cina sejak sebelum dinasti Han, yang dilakukan oleh jenderal cina, untuk menguji rakyat sipil yang ingin menjadi legislatif berdasarkan pengetahuan menulis klasik, persoalan administratif dan manajerial.
Kemudian dilanjutkan sampai pada masa dinasti Han (200 SM- 200 M), namun seleksi ini tidak lagi untuk legislatif saja, tetapi mulai merambah pada bidang militer, perpajakan, pertanian, dan geografi. Meskipun diawali dengan sedikit mencontoh pada seleksi militer perancis dan Inggris. Sistem ujian telah disusun dan berisi aktivitas yang berbeda, seperti tinggal dalam sehari semalam dalam kabin untuk menulis artikel atau puisi, hanya 1 % sampai dengan 7 % yang diijinkan ikut ambil bagian pada ujian tahap kedua yang berakhir dalam tiga hari tiga malam. Menurut Gregory (1992), seleksi ini keras namun dapat memilih orang yang mewakili karakter orang Cina yang kompleks. Tugas-tugas militer yang berat cukup dapat dilakukan dengan baik oleh para pegawai yang diterima dalam seleksi fisik dan psikologi yang intensif
Tokoh-tokoh yang berperan antara lain adalah Wundt. Beliau merupakan psikolog pertama yang menggunakan laboratorium dengan penelitiannya mengukur kecepatan berpikir. Wundt mengembangkan sebuah alat untuk menilai perbedaan dalam kecepatan berpikir. Sedangkan Cattel (1890) menemukan tes mental pertama kali. Yang memfokuskan pada tidak dapatnya membedakan antara energi mental dan energi jasmani. Meskipun Pada dasarnya tes mental temuan Cattel ini hampir sama dengan temuan Galton.
Tokoh yang tak kalah pentingnya adalah Alfred Binet. Selain kontribusi nyata pribadi beliau dengan menciptakan tes intelegensi, beliau juga bekerja sama dengan Simon (1904) untuk membuat instrumen pengukur intelegensi dengan skala pengukuran level umum pada soal- soal mengenai kehidupan sehari- hari. Perkembangan selanjutnya dua tokoh ini mengembangkan penggunaan tes intelegensi dengan tiga puluh items berfungsi mengidentifikasikan kemampuan sekolah anak. Tahun 1912, Stres membagi mental age dengan cronological age sehingga muncul konsep IQ.
Tokoh selanjutnya yang cukup berperan adalah Spearman dan Persun, dengan menemukan perhitungan korelasi statistik. Perkembangan selanjutnya dibuatlah suatu standar internasional yang dibuat di Amerika Serikat berjudul “Standards for Psychological and Educational Test” yang digunakan sampai sekarang. Kini tes psikologi semakin mudah, praktis, dan matematis dengan berbagai macam variasinya namun tanpa meninggalkan pedoman klasiknya. Psikodiagnostik adalah sejarah utama dari tes psikologi atau yang juga disebut psikometri.   


DEFINISI INTELIGENSI
1.      FRANK S FREEMAN (1976)
Dalam rujukan utama penulis, tokoh yang satu ini tidak disebutkan bahwa ia menjelaskan secara rinci apa itu inteligensi. Sehingga, penulis mencari sumber lain. Penulis menemukan adanya tulisan yang mengatakan bahwa tokoh ini mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan adaptasi atau penyesuaian, yakni kemampuan seseorang untuk menyesuaikan dengan alam sekitar. Kemampuan belajar, the ability to learn, "Intelligence is the learning ability". Kemampuan berpikir secara abstrak.

2.      FLYNN
Ia mendefinisikan inteligensi (1987 dalam Baron, 1996; Azwar 2002 h.6) sebagai kemampuan untuk berfikir secara abstrak dan kesiapan untuk belajar dari pengalaman.

3.       BALDWIN
Definisi Intelegensi menurut Baldwin (dalam Weshler, 1958; Azwar 2002) yang pernah dikatakannya pada tahun 1949 adalah daya atau kemampuan untuk memahami.

4.       V. A. C. HENMON
Menurut salah seorang diantara penyusun Tes Inteligensi Kelompok Henmon-Nelson, mengatakan bahwa inteligensi terdiri atas dua macam faktor, yaitu (a) kemampuan untuk memperoleh pengetahuan, dan (b) pengetahuan yang telah diperoleh (Dalam Wilson, dkk., 1974; Azwar 2002 h.5-6)

5.         DAVID WECHSLER (1958)
Pencipta skala-skala inteligensi Wechsler yang sangat populer sampai sekarang ini mendefinisikan inteligensi sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara rasional, serta menghadapi lingkungannya dengan efektif (Wechsler, 1958; Bernard, 1965 h.215; Azwar 2002 h.7)
Menurutnya, dalam sumber lain disebutkan demikian, kecerdasan juga merupakan kapasitas global untuk bertindak dengan sengaja, untuk berpikir rasional, dan untuk menangani lingkungannya secara efektif. Ia juga berpendapat bahwa kecerdasan bukanlah kemampuan tunggal tapi banyak segi.
6.       ALFRED BINET & 7. THEODORE SIMON (1857)
Alfred Binet (1857-1911), seorang tokoh utama perintis pengukuran inteligensi, bersama Theodore Simon mendefinisikan inteligensi sebagai sisi tunggal dari karakteristik seseorang yang terdiri atas tiga komponen, yaitu (a) kemampuan untuk mengarahkan fikiran atau mengarahkan tindakan, (b) kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah dilaksanakan, dan (c) kemampuan untuk mengeritik diri sendiri atau melakukan autocriticism (Azwar, 2002 h.5)
Alfred Binet, yang dalam sumber lain disebutkan sebagai seorang psikolog dan juga pengacara (ahli hukum), dan hasil karya terbesarnya dikenal dengan Intelligence Quotient (IQ), termasuk salah satu ahli psikologi yang mengatakan bahwa inteligensi bersifat monogenetik, yaitu berkembang dari satu faktor satuan atau faktor umum (g). Binet juga menggambarkan inteligensi sebagai sesuatu yang funsional sehingga memungkinkan orang lain untuk mengamati dan menilai tingkat perkembangan individu berdasarkan suatu kriteria tertentu (Azwar, 2002 h. 15)

8.      H.H. GODDARD
Pada tahun 1946, tokoh—yang dalam sumber lain disebutkan sebagai orang yang pertama kali membawa tes IQ ke Amerika Serikat—ini pernah mendefinisikan inteligensi sebagai tingkat kemampuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berlangsung dihadapi dan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang akan datang (Garrison & Magoon, 1972 h.82; Azwar, 2002 h.5)

9.      WALTER & GARDNER
Profesor dalam bidang pendidikan di Harvard University ini mendefinisikan inteligensi pada tahun 1986 sebagai suatu kemampuan atau serangakian kemampuan-kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan masalah, atau produk sebagai konsekuensi eksistensi suatu budaya tertentu (Sternberg & Frensh, 1990; Azwar, 2002 h. 7)
Sementara di sumber lain, Gardner dikatakan pernah mengemukakan bahwa, kaedah lama untuk mengukur tahap kecerdasan manusia berdasarkan ujian IQ sangatlah tidak adil. Gardner kemudian mengemukakan ada 8 jenis kecerdasan yang berbeda sebagai satu cara untuk mengukur potensi kecerdasan manusia, kecerdasan-kecerdasan tersebut adalah seperti berikut:
a)      Linguistic intelligence (kecerdasan bahasa)
b)      Logical-mathematical intelligence (kecerdasan berhitung)
c)      Spatial intelligence (kecerdasan ruang)
d)     Bodily-Kinesthetic intelligence (kecerdasan kinestetik- jasmani)
e)      Musical intelligence (kecerdasan musik)
f)       Interpersonal intelligence (kecerdasan interpersonal)
g)      Intrapersonal intelligence (kecerdasan interpersonal)
h)      Naturalist intelligence (kecerdasan alam)

10.  GEORGE D. STODDARD
Di tahun 1941 (Azwar, 2002 h. 6), tokoh yang satu ini menyebut inteligensi sebagai bentuk kemampuan untuk memahami masalah-masalah yang bercirikan untuk menyelesaikan masalah yang bercirikan  (a) mengandung kesukaran, (b) kompleks, yaitu mengandung bermacam jenis tugas yang harus dapat diatasi dengan baik dalam arti bahwa individu yang inteligen mampu menyerap kemampuan baru dan memadukannya dengan kemampuan yang sudah dimiliki untuk kemudian digunakan dalam menghadapi masalah, (c) abstrak, yaitu mengandung simbol – simbol yang memerlukan analisis dan interpretasi, (e) ekonomis, yaitu dapat diselesaikan dengan menggunakan proses mental yang efisien dari penggunaan waktu, (e) diarahkan pada suatu tujuan, yaitu bukan dilakukan tanpa maksud melainkan mengikuti suatu arah atau target yang jelas, (f) mempunyai nilai sosial, yaitu cara dan hasil pemecahan masalah dapat diterima oleh nilai dan norma sosial, dan (g) berasal dari sumbernya, yaitu pola fikir yang membangkitkan kreativitas untuk menciptakan sesuatu yang baru dan lain.

11.  CHARLES SPEARMAN
Menurut Spearman, kecerdasan ialah kemampuan umum untuk berpikir dan menimbang. Pandangan Spearman (1927) mengenai inteligensi ini ditujukkan dalam teorinya mengenai kemampuan mental yang populer dengan nama teori dua faktor (two factor theory) (Azwar, 2002 h. 17-18).
Awal penjelasannya mengenai teori ini berangkat dari analisis korelasional yang dilakukan terhadap skor seperangkat tes yang mempunyai tujuan dan fungsi ukur yang berlainan. Hasil analisisnya memperlihatkan adanya interkorelasi positif diantara berbagai tes tersebut. Menurutnya, interkorelasi positif itu terjadi dikarenakan masing-masing tes tersebut memang mengukur suatu faktor umum yang sama, yaitu faktor-g. Namun demikian korelasi itu tidaklah sempurna, disebabkan setiap tes, disamping mengukur faktor umum yang sama, mengukur pola komponen tertentu yang spesifik bagi tes masing-masing. Faktor yang spesifik dan hanya diungkap oleh tes tertentu saja ini disebut faktor-s.

12.  EDWARD LEE THORNDIKE (1913)
Seorang tokoh psikologi fungsionalisme yang hidup antara tahun 1874-1959 ini mengatakan bahwa, inteligensi adalah kemampuan dalam memberikan respon yang baik dari pandangan kebenaran atau fakta (Wilson, dkk., 1974; Azwar, 2002 h. 6).

13.  J.P. GUILFORD
Dalam buku Pengantar Psikologi Inteligensi (Azwar, 2002 h. 26-30) tidak dituliskan secara jelas definisi inteligensi menurut tokoh bernama lengkap Joy Paul Guilford ini. Namun demikian, Konsepsi Guilford (1959) yang dipandang sebagai kontribusinya yang sangat signifikan dalam ikut mengembangkan teori inteligensi dan teori kemampuan mental, adalah teorinya mengenai structure of intellect.
Model teori structure of intellect (SI) diilustrasikan oleh Guilford dalam bentuk sebuah kubus atau kotak berdimensi tiga yang masing-masing mewakili satu klasifikasi faktor-faktor intelektual yang, bersesuaian sau sama lain. Secara lebih terperinci, model SI ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1)   Isi, yaitu menunjuk kepada tipe informasi yang sedang diproses. Dalam dimensi isi terdapat empat jenis bentuk; figus, simbol, semantik, perilaku, yang kesemuanya merupakan input yang berbeda kompleksitasnya.
2)   Operasi, yaitu dimensi yang menujuk kepada cara bagaimana suatu informasi diproses. Cara pemrosesan informasi terdiri dari lima macam; kognisi, ingatan, produksi konvergen, produksi konvergen dan evaluasi.
3)   Prodak, yaitu dimensi yang menunjuk kepada hasil pemrosesan yang dilakukan oleh dimensi operasi terhadap berbagai macam bentuk isi informasi. Jadi, merupakan proses berfikir. Menurut tingkatan kompleksitasnya terdapat enam macam prodak; satuan, kelas, relasi, sistem, transformasi dan implikasi.

13.  THURSTONE
Thurstone melihat kecerdasan sebagai suatu rangkaian kemampuan yang terpisah. Dalam buku Psikologi Inteligensi, Thurstone dikatakan penrah menolak adanya faktor umum seperti yang tokoh lainnya kemukakan. Menurutnya, yang ada adalah bahwa inteligensi dapat digambarkan sebagai sejumlah kemampuan yang terdiri atas kemampuan primer (Azwar, 2002 h. 21)
Di sumber lain, lebih lanjut Thurstone mengatakan bahwa kemampuan mental primer dapat dikelompokan ke dalam enam faktor, dan intelegensi dapat diukur dengan melihat sampel perilaku seseorang dari ke enam bidang tersebut. Keenam faktor  yang dimaksud adalah:
a)      Verbal, yaitu pemahaman akan hubungan kata, kosakta, dan pengguasaan komunikasi lisan
b)      Number, yaitu kcermatan dan kecepatan dalam menggunakan fungsi-fungsi hitung dasar
c)      Spatial, yaitu kemampuan untuk mengenali berbagai hubungan dalam bentuk visual
d)     Word fluency, yaitu kemampuan untuk mencerna dengna cepat kata tertentu.
e)      Memory, yaitu kemmpuan mengingat gambar, pesan, angka, kata dan betuk pola
f)       Reasoning, yaitu kemampuan untuk mengambil kesimpulan dari beberapa contoh, aturan, atau perinsip. Dapat juga diartikan sebagai kemampuan pemecahan masalah.

14.  VERNON
Pemilik nama lengkap Philip Ewart Vernon (1950; Azwar, 2002 h. 25) ini mengemukakan model hierarki dalam menjelaskan teori intelegensinya. Vernon menempatkan satu faktor umum (sama seperti faktor-g pada teori Spearman) dipuncak hierarkinya. Di bawah faktor-g terdapat dua jenis kelompok kemampuan mental yang disebutnya kemampuan verbal-educational (v:ed) dan practical-mechanical (k:m). Kedua jenis kemampuan ini termasuk dalam faktor inteligensi yang utama atau kelompok mayor. Masing-masing kelompok mayor terbagi lagi dalam faktor-faktor kelompok minor, yang terpecah lagi menjadi bermacam-macam faktor spesifik pada tingkat hirarki yang paling rendah.

15.  CATTELL
Dalam teorinya mengenai organisasi mental, pemilik nama lengkp Raymon Bernard Cattel (1963; Azwar, 2002 h. 33) ini mengklasifikasikan inteligensi menjadi dua macam, yaitu:
a)      Fluid intelligence (kecerdasan cair), yang merupakan faktor bawaan biologis, dan
b)     Crystallized intelligence (kecerdasan kristal), yang merefleksikan adanya pengaruh pengalaman, pendidikan, dan kebudayaan dalam diri seseorang (Mouly, 1973; Azwar, 2002 h. 33)
Sementara itu, dalam sumber lain disebutkan bahwa, kecerdasan cair dan kecerdasan kristal dicetuskan sekitar tahun 1960an. Teori ini merupakan perkembangan dari teori ini merupakan perkembangan dari teori General Intellegence. Dalam hal ini kecerdasan cair dan kristal dinyatakan sebagai kecerdasan umum. Kecerdasan cair adalah kecerdasan yang berbasis pada sifat bologis. Kecerdasan cair meningkat sesuai bertambahnya usia mencapai puncak pada saat dewasa dan menurun pada saat tua karena proses biologis tubuh. Sedangkan kecerdasan kristal adalah kecerdasan yang diperoleh dari proses pembelajaran dan pengalaman hidup. Jenis kecerdasan ini dapat terus meningkat, tidak ada batasan maksimal, selama manusia masih bisa dan mau belajar. Intelegensi fluid cenderung tidak berubah setelah usia 14 tahun atau 15 tahun, sedangkan Inteligensi Crystallized masih terus berkembang sampai usia 30-40 tahun bahkan lebih.

16.   JEAN PIAGET
Dalam hal inteligensi, Jean Piaget, di buku Psikologi Inteligensi (Azwar, 2002 h. 35), dikatakan sebagai seorang tokoh yang menekankan pada aspek perkembangan kognitif seseorang. Piaget tidak melihat inteligensi sebagai suatu hal yang dapat didefinisikan secara kuantitatif sebagaimana umumnya dicerminkan. Piaget cenderung lebih mengungkap dan menjelaskan berbagai metode berfikir seseorang dari berbagai tingkatan usia. Sehingga, mengenai hakikat inteligensi, Piaget sendiri tidak pernah memberikan definisi tunggal secara pasti. Ia bahkan merintis suatu era dimana terdapat kebebasan untuk merumuskan konsepsi mengenai inteligensi dengan perspektifnya sendiri. Oleh karena itu, lagi-lagi ia lebih tertarik pada unsur-unsur apa saja yang berperan dalam inteligensi.
Namun demikian, dalam sumber lain dikatakan bahwa, intelegensi itu sendiri menurut Piaget, terdiri dari tiga aspek, yaitu :
1)   Isi ; disebut juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu masalah
2)   Struktur ; disebut juga scheme seperti yang dikemukakan diatas
3)   Fungsi; disebut fungtion, yaitu yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektul. Fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam fungsi invariant, yaitu organisasi dan adaptasi.
a.    Organisasi; berupa kecakapan seseorang dalam menyusun proses-proses fisik dan psikis dalam bentuk sistem-sistem yang koheren.
b.    Adaptasi; yaitu penyesuaian diri individu terhadap lingkungannya.

17.   AMTHAUER
Berdasarkan sumber rujukan utama yang digunakan penulis dalam menjelaskan definsi inteligensi menurut para ahli, tidak disebutkan adanya tokoh yang satu ini, Amthauer. Namun demikian, penulis menemukan adanya sumber lain yang mengatakan bahwa Amthauer adalah salah seorang tokoh yang memberikan kontribusinya dalam disiplin ilmu psikologi terkait alat tes inteligensi. Kontribusinya itu sampai saat ini masih kita kenal, yaitu ala tes yang bernama Intelligenz Structure Test.
Intelligenz Structure Test atau yang lebih dikenal dengan nama IST adalah tes inteligensi yang pertama kali dikembangkan di Jerman, disusun oleh Rudolf Amthauer. IST banyak digunakan untuk mengetahui taraf inteligensi individu baik g factor maupun s factor. IST terdiri dari sembilan subtes yang mengukur aspek-aspek kecerdasan yang berbeda.
Kembali pada definisi inteligensi. Dalam tulisan yang tidak disebutkan sumbernya itu, Amthauer dikatakan pernah berpendapat bahwa inteligensi merupakan suatu kesatuan dari seluruh kemampuan yang dimiliki oleh seseorang. Inteligensi, lanjut tulisan itu, ditanggapi sebagai sesuatu struktur tersendiri, di dalam keseluruhan struktur kepribadian seorang manusia. Amthauer juga menjelaskan bahwa inteligensi seseorang dapat dilihat melalui prestasi yang dicapainya.

Daftar Pustaka
Sumber rujukan utama:
Azwar, Saifuddin, 2002. Pengantar Psikologi Inteligensi. Edisi I, Cetakan III. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sumber bacaan lain:
http://azamsite.wordpress.com/program-skoring/ist/ (Akses pada 29 November 2010 pukul 6.26 wib)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana pendapat Anda terkait tulisan di atas? Silakan tinggalkan komentar Anda di sini