BELAJAR KREATIF DARI SOSOK YUNUS YANG KAYA INISIATIF

RESENSI BUKU
(Terbit di Buletin KOBARKOBARI edisi 149 // XIV //  Mei 2011) 

Judul         : Bank Kaum Miskin
Penulis      : Muhammad Yunus
Penerbit     : Marjin Kiri, Depok
Cetakan     : IV, April 2008
ISBN          : 979-1260-01-X
Halaman     : 275 hlm, 14 x 20,3 cm


Belajar Kreatif Dari Sosok Yunus Yang Kaya Inisiatif

“Kaya inisiatif”, kesan itulah yang akan selalu muncul setelah membaca buku Prof. Muhammad Yunus ini. Penulis buku ini begitu semangat—dan boleh diibaratkan—memiliki seribu inisiatif untuk mewujudkan niat mulianya. Ya! Sebuah niat untuk mengentaskan kemiskinan bagi orang-orang di sekitarnya yang tidak henti-hentinya terus Ia lakukan dan Ia pertahankan. 

Dalam bukunya ini, sosok Muhammad Yunus begitu peka dengan lingkungan sekitarnya. Jabatan dekan Fakultas Ekonomi Chittagong University yang diembannya itu, tidaklah  membuat dirinya lupa akan lingkungan sekitar, akan tetapi justru malah membakar gelora hatinya untuk lebih peka terhadap lingkungannya. Ia menguliahi para mahasiswanya dengan teori-teori ekonomi elegan yang dianggap mampu mengatasi segala macam persoalan kemasyarakatan, akan tetapi di luar sana begitu banyak masyarakat yang mati kelaparan, orang-orang baik dihajar, terhempas tanpa ampun dan kehidupan sehari-hari semakin buruk bahkan yang miskin pun semakin miskin. Keadaan tersebut membuatnya ingin kuliah lagi di luar sana, dan menjadikan warga Jobra untuk menjadi dosen-dosennya. Sumpah yang diangkatnya sungguh sangat menyentuh getaran hati bagi siapa saja yang membaca pikirannya, seolah-olah hati ini bergetar dengan kencang dan ingin mengatakan “Ya! Aku ikut bersamamu Yunus” (hal. 3). 

Lika-liku kehidupannya yang menjadikan grameen sebagai inti inisiatifnya dalam mengentaskan kemiskinan, penuh akan cobaan. Walaupun sekian ribu rintangan yang Ia hadapi, Yunus pun tak pernah lengah dan putus asa. Ditancapkannya niat kuat untuk mengangkat para kaum perempuan, yang setiap hari hanya “mabni” dirumahnya saja. Diam seribu bahasa. Tak ada aktifitas satu pun yang dilakukannya. Tentu hal demikian ini jika dibiarkan terus-terusan akan berdampak negatif pada segi psikologisnya, yaitu stressful karena tidak ada aktifitas yang dapat dilakukan. 

Muhammad Yunus mampu membuktikan bahwa pinjaman bank tidak hanya diperuntukkan untuk orang-orang kaya saja. Akan tetapi  juga untuk kaum miskin guna membangun usahanya sendiri. Paradigma yang mengatakan bahwa kaum perempuan hanya boleh “diam” saja dirumah telah ditampiknya dengan kehebatan inisiatifnya itu (hal. 173). Yunus mampu meyakinkan kepada orang-orang khususnya kaum perempuan untuk ikut bergabung dalam programnya itu. Ia rela berdiri di tengah hujan di atas tanah yang kosong di antara rumah-rumah para penduduk, agar setiap orang bisa melihatnya dan mengamati tingkah lakunya. Seribu pertanyaan akan terpikirkan oleh para penduduk rumah—yang terhalang oleh budaya purdah—dan dengan bantuan mahasiswinya, Yunus pun akhirnya mampu meyakinkan para perempuan penduduk sekitar bahwa usahanya ini benar-benar serius; untuk mendapatkan pinjaman dari Grameen (hal. 76).

Prof. Muh. Yunus
Keberanian dan inisiatif Yunus lagi-lagi muncul ketika Ia dilempari kekesalahan dan pertanyaan atas tingkah lakunya yang menganggap bahwa bantuan yang diberikan oleh organisasi-organisasi “pemberi bantuan” seperti Bank Dunia tidaklah memberi pencerahan akan tetapi justru malah menyelewengkan amanah yang diberikan (hal. 148).Dari pada mencela melulu, bisakah Anda sebutkan langkah-langkah konkret apa yang akan Anda lakukan seandainya menjadi Presiden Bank Dunia?”, “Saya tidak pernah memikirkan apa yang akan saya lakukan jika menjadi Presiden Bank Dunia”, jawabnya kalem. “Tetapi yang pertama-tama saya kira akan saya lakukan adalah memindahkan kantor pusat ke Dhaka”. Dhaka adalah sebuah daerah terpencil yang sangat miskin dan di huni oleh orang-orang menderita, di mana banyak orang-orang yang mati kelaparan di sana. “Buat apa Anda lakukan itu?”, “Ya!, seadainya seperti yang diucapkan Lewis Preston (Presiden Bank Dunia saat itu), ‘tujuan utama Bank Dunia adalah memerangi kemiskinan dunia,’ maka bagi saya seperti Bank Dunia harus pindah lokasi ke tempat yang kemiskinannya paling parah. Di Dhaka, Bank Dunia akan dikelilingi oleh orang-orang yang menderita dan melarat. Dengan berada di tempat yang dekat dengan persoalan, para pejabat Bank Dunia mungkin bisa mengatasi masalah lebih cepat dan lebih realistis”. Sungguh! Sebuah kehebatan inisiatif luar biasa dari sosok Yunus yang pernah mendapatkan nobel ini. 

Meski dalam mewujudkan idenya itu dia, Yunus, terkesan agak “mekso”, namun pada faktanya, Ia mampu menghadirkan impiannya itu jadi kenyataan. Buku yang ditulisnya ini penuh akan kisah fakta historis yang mengejutkan. Menyentuh hati. Mengambah sisi psikologis kehidupan. Sangat cocok sebagai referensi bagi para orang tua, pemuda dan semua khalayak yang ingin berwirausaha. Dengan gaya bahasa cerita yang naratif, pembaca akan larut tenggelam ke dalamnya. Seolah-olah pembaca akan benar-benar ikut larut dalam cerita Yunus ini. Dan tak akan sadar bahwa, kepala pun akan menganggunk-ngangguk, mengiyakan. Selamat membaca!

Nur Haris ‘Ali—Aktivitis Persma HIMMAH, Santri Pesantren UII & Mahasiswa Psikologi UII Yogyakarta. Tinggal di www.haris-berbagi.co.cc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana pendapat Anda terkait tulisan di atas? Silakan tinggalkan komentar Anda di sini