GUS DUR SUDAH JADI PAHLAWAN NASIONAL, TERUS MAU APA?

Oleh Nur Haris Ali


Beberapa minggu terakhir, ada kabar bahwa KH. Abdurrahman Wachid alias Gus Dur telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Penetapan gelar pahlawan bagi Presiden RI keempat itu diungkapkan Wakil Gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf di sela sidang paripurna DPRD Jatim beberapa minggu lalu. Saifullah, yang biasa dipanggil Gus Ipul, mengaku pendapat kepastian tentang hal itu dari Kementerian Sosial sejak tanggal 1 Oktober lalu (Kompas, 4/10). Jika ketetapan ini benar, maka bagi warga NU dan dunia pesantren, khususnya para pendukung Gus Dur lainnya, patut merasa bangga dan memberikan sambutan hangat atas terpenuhinya tuntutan mereka itu.

Seperti yang diberitakan di beberapa media massa sebelumnya, usulan untuk menjadikan Gus Dur sebagai pahlawan nasional telah bermunculan dari berbagai kalangan di berbagai daerah. Walaupun tak sedikit yang menuai kontra dengan usulan itu, unjuk rasa atas dukungan pemberian gelar pahlawan itu pun berhasil mewarnai pemberitaan media elektronik maupun media cetak di penghujung tahun 2009. Di Sidoarjo, misalnya, ratusan siswa, santri dan pengajar Ponpes Bahauddin melakukan aksi tanda tangan dan gambar karikatur untuk almarhum pria kelahiran Jombang, Jawa Timur, 4 Agustus 1940 silam itu. Mereka menginginkan pemerintah segera memberikan penghormatan atas jasa-jasa yang sudah diberikan cucu pendiri NU KH. Hasyim Asy'ari yang meninggal Rabu (30/12) tahun lalu.

Selain unjuk rasa, pemberian gelar pahlwan itu rupanya mendapat dukungan dari sejumlah kalangan politik dan ormas lain. Diantaranya seperti yang dikatakan oleh Wakil Ketua MPR, Lukman Hakim Saifuddin. Lukman menilai, Gus Dur sangat layak mendapatkan gelar pahlawan nasional sebab peran beliau sangat signifikan bagi pengembangan kehidupan demokrasi di Indonesia. Dari sekian banyak jasa Beliau, menurut Lukman, yang paling berkesan dan fundamental adalah bagaimana beliau bisa menjelaskan pada warga NU khususnya dan Muslim Indonesia pada umumnya tentang keberadaan Pancasila dalam konteks Indonesia. Gus Dur lah yang berperan bagaimana kedudukan Pancasila bisa diterima seluruh mayoritas umat Islam Indonesia (Kompas, 30/12/2009). Pernyataan serupa juga muncul dari ketua Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC) Din Syamsudin. Din yang juga ketua umum PP. Muhammadiyah menyatakan bahwa permintaan berbagai kelompok agar Gus Dur diberi gelar pahlawan nasional adalah wajar. Din menambahkan, dirinya lebih setuju jika Gus Dur mendapat gelar itu karena jasanya sebagai pembela kaum minoritas dan pendorong demokrasi (Kompas 6/1/2010).

Pertanyaan saya sekarang adalah setelah Gus Dur menjadi pahlawan nasional, terus mau apa? Pertanyaan tersebut, saya kira, sangat perlu untuk kita jawab bersama khususnya oleh kalangan santri yang notabene masih satu jalur (baca: sama-sama dari golongan santri) dengan Gus Dur.

Melanjutkan!
Ya! kata itu, yang harus ditancapkan dalam-dalam di hati kita masing-masing. Melanjutkan perjuangan beliau. Tentu masyarakat sangat berharap pemberian gelar pahlawan nasional bagi Gus Dur itu tak sia-sia. Hal ini dimaksudkan tidak lain tidak bukan adalah agar muncul Gus Dur-Gus Dur selanjutnya yang mampu mengaplikasikan pemikiran dan keilmuwannya.

Meski tak sedikit yang tidak setuju dengan pemikiran-pemikiran Gus Dur di masa hidupnya, namun toh saat beliau meninggal banyak juga kalangan yang mendukung atas pemberian gelar pahlawan nasional itu. Bapak demokrasi pluralisme yang berasal dari kalangan santri itu sering pasang badan ketika memperjuangkan prinsip kebenaran yang diyakininya. Pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu juga tak peduli meski harus berseberangan dengan para tokoh dan kiai sekalipun. Sebab, pahlawan memang tak butuh aksesori sosial, seperti pujian atau popularitas. Ketokohan Gus Dur yang ditopang oleh kharisma, kecerdasan intelektual, kecerdasan keilmuwan dan geneologi kekiaian memang luar biasa. Semangat seperti inilah yang, sekali lagi menurut saya, harus kita lanjutkan bersama.

Di samping itu, perilaku Gus Dur di masa hidupnya juga bisa menjadi contoh bagi anak cucu bangsa ini. Mana yang baik, maka itulah yang harus di ambil. Yang terakhir, khusus bagi kalangan santri yang notabene adalah para pencinta ilmu, tanggung jawab besar sudah ada di pundak. Adalah hal sangat penting jika mau mencontoh dan juga ikut melanjutkan perjuangan Gus Dur dalam mengembangkan keilmuwan kemudian mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari. Belumlah cukup setiap diri mengaku Gus Dur sebagai pahlawan nasional jika belum bisa meneladani dan meneruskan cita-cita perjuangannya. Gus Dur telah memberikan contoh, bagaimana fitrah manusia harus di perjuangkan. Bagaimana sebuah pemikiran dan hal ihwal keilmuwan bisa dituangkan di kehidupan nyata. Bagaimana menempatkan, menyikapi dan menghargai perbedaan. Hal ini, saya kira, penting untuk dilakukan agar tidak ada pertanyaan yang muncul di kemudian hari: Gus Dur sudah jadi pahlawan nasional, terus mau apa?[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana pendapat Anda terkait tulisan di atas? Silakan tinggalkan komentar Anda di sini