Masjid Itu Tak Ramai Lagi: Kemana Mereka?

Ketika saya sedang menyebar pamphlet lomba pildacil Ramadlan ke masjid-masjid sekitar, di sudut jalan dekat saya bertempat tinggal, terlihat banyak sekali orang yang berjualan bermacam-macam menu untuk berbuka puasa, mulai dari tajilan seperti kolak, sampai makanan berkelas tinggi. Yang dahulunya di pinggir-pinggir jalan sepi tak ada penjual kuliner, saat ini berubah menjadi banyak sekali para kuliner-kuliner itu. 

Salah satu suana keramaian ngabuburit di sudut kota (gambar diambil dari google)

Bulan penuh berkah, bulan penuh dengan rizky, sebutan itu yang sering mereka katakan ketika Ramadlan datang seperti saat ini. Alangkah hebatnya bulan Ramadlan ini. Bulan yang penuh dengan rahmat (kasih sayang) di sepuluh hari pertamanya, maghfiroh (ampunan) di sepuluh hari keduanya, dan itqunminannar (terjauhkan dari api neraka) di sepuluh hari yang terakhir. Alangkah hebatnya bulan ini, di mana orang-orang yang dulunya jarang bahkan mungkin hanya satu kali dalam sehari menjalankan ibadah wajib (seperti sholat.red), kini masjid pun menjadi ramai-berbondong-bondong ikut nimbrung untuk sholat tarawih. Suara tadarus al Qur’an saling sahut menyahut, menjelma bak penghuni tetap di surau-surau atau masjid-masjid. Anak-anak kecil yang suka bermainan di jalan, anak-anak muda yang biasanya “cangkruan” di pinggir jalan. Kini alhamdulillah dengan datangnya bulan Ramadlan ini, mereka berbondong-bondong ikut meramaikan masjid. Ingin rasanya selama hidup itu hanya ada satu bulan saja, yaitu bulan Ramadlan, bulan yang disebut sebagai tamu agung dalam kehidupan.  
Jama'ah sholat tarawih membludak (gambar diambil dari google)

Pagi sekitar jam 3 jalanan pun ramai karena orang pada mencari santap sahur, setelah itu sholat shubuh dilanjutkan dengan tadarus al Qur’an. Sorenya sambil menunggu waktu berbuka puasa, ngabuburit di tempat-tempat favorit, dan akhirnya masuklah waktu untuk berbuka puasa. Allahumma laka shumtu, mabika amantu wa’alaa rizqika aftortu, wabtallatil ‘uruuq. Lega sekali rasanya….

Masjid-masjid yang dahulunya sepi, pada bulan Ramadlan ini pun berubah menjadi penuh nan sesak dengan para jama’ah, mereka ingin merasakan sholat tarawih dan juga mendegarkan kultum sebelumnya. Tapi sayang, ramainya masjid dan jalanan itu hanya berlangsung di sepuluh hari pertama saja. Kemana orang-orang yang dulu ikut meramaikan masjid? Kemana anak-anak kecil yang bisasanya tadarus al qur’an? Sepi!. 

Jama'ah masjid sudah mulai sepi (gambar diambil dari google)

Saya jadi teringat pengalaman saya ketika mendegarkan ceramah dari Ustadz Mohmmad Roy, S.Ag., M.A, pengasuh Pondok Pesantren ashhabul kahfi Universitas Islam Indonesia. Beliau menceritakan, pada zaman dahulu kala, konon para ulama’ salafus sholihin ketika datang bulan Ramadlan, mereka sangat bahagia sekali, dan hal itu pun terus mereka lanjutkan dengan terus berdo’a selama 6 bulan berikutnya setelah bulan Ramadlan. Mereka berdo’a agar semua amal yang mereka kerjakan di luar bulan Ramadlan bisa seperti di bulan Ramadlan ini, dan setelah 6 bulan itu berlalu mereka pun masih memohon kembali kepada Allah swt untuk dipertemukan kembali dengan bulan suci Ramadlan, Allaahumma baariklanaa fiirojaba, wasya’bana waballighnaa Ramaadlaana, “Ya Allah,  berilah kami berkah di bulan Rojab dan Sya’ban, dan sampaikan (pertemukanlah) kami dengan bulan Ramadlan”. Demikian bait do’a yang selalu mereka baca. 

Bercermin pada ceramah di atas, bisa kita bayangkan, betapa lamanya mereka para ulama’ salafus sholihin berdo’a memohon kepada Allah swt. Mereka memohon selama 6 bulan pertama dan 6 bulan kedua, hanya untuk dipertemukan kembali dengan bulan suci Ramadlan. Maka, beruntunglah kita para kaum muslimin, yang mungkin lupa tidak berdo’a memohon kepada Allah swt untuk dipertemukan kembali  dengan “tamu agung” yakni bulan Ramadlan, akan tetapi alhamdulillah, kita oleh Allah swt, tahun ini bahkan  sampai detik ini pun, di pertengahan bulan agung ini, kita masih bisa merasakan betapa indahnya rahmat Allah ini. Sungguh sangat subhanallah sekali, bukan? 

Tak lagi tadarus

Namun, yang menjadi pertanyaan saya adalah apakah cukup kalau kita hanya meningkatkan ibadah mahdloh (wajib) di bulan ini saja? Saya rasa, para pembaca budiman pun bisa menjawabnya sendiri. Ya! Selain amalan-amalan sunah yang harus kita kerjakan, kita juga harus ingat, bahwa untuk menjadi seorang muslim sejati, sudah semestinya kita terus mensyukuri nikmat dipertemukannya kita dengan bulan berkah bulan Ramdlan ini. Banyak cara yang bisa kita manfaatkan. Membaca al qur’an, majlis dzikiran, membantu fakir miskin, menyantuni anak yatim, dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Sungguh sangat rugi jika kita tidak berusaha untuk meningkatkan kadar keimanan kita.  

Sementara itu, kita juga bisa mengambil contoh dari perbuatan para ulama’ salafus sholihin di atas, yakni terus berdo’a memohon kepada Allah swt, untuk bisa dipertemukan kembali dengan bulan suci Ramadlan yang akan datang, serta menjaga toleransi dengan sesama. Akhirnya, semoga tidak hanya di bulan ini saja, Amin. Wallahu a’lam. [Nur Haris Ali]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana pendapat Anda terkait tulisan di atas? Silakan tinggalkan komentar Anda di sini