Learn and Share—YOT!


Rabu kemarin (3/10) saya mengikuti Seminar Nasional #Entrepreneurship 5 di Kampus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Acara ini diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Manajemen UNY (@himamanuny). Mikir nggak. Kenapa saya yang background-nya orang Psikologi ikutan acara anak Manajemen?

Begini, tujuan saya ikutan acara ini bukan karena saya anak psikologinya or yang ngadain acara anak manajemen. Bukan itu. Saya ikutan acara ini cause yang ngisi acara ini inspiring people bagi saya: Mas @BillyBoen. Pernah dengar nama orang ini nggak? 

Billy Boen, lulus S1 dari Utah State University dalam waktu 2 tahun 8 bulan. Dia kemudian melanjutkan kuliah S2-nya di State University of West Georgia, dia mendapatkan gelar MBA dalam kurun waktu 1 tahun, dengan predikat cumlaude. Billy pulang ke Indonesia dan pertama kali kerja di PT Berca Sportindo, di mana dia mendapatkan kesempatan untuk menangani merek Nike, Umbro, dan menciptakan merek League di tahun 2004. Ketika usianya 26 tahun, dia menjabat sebagai General Manager untuk Oakley di Indonesia; kala itu, dia adalah GM termuda Oakley di seluruh dunia. Ketika berumur 29 tahun, dia dipercaya untuk memimpin 3 perusahaan di bawah naungan MRA Group: Hard Rock Cafe Jakarta, Hard Rock Cafe Bali, dan Haagen Dazs. Dia memimpin 500 karyawan saat itu. Bermitra dengan Rudhy Buntaram, Billy sekarang menjabat CEO of PT Jakarta International Management, and President Director of Rolling Stone Cafe Jakarta, sebuah F & B bisnis yang merupakan joint-venture antara perusahaannya dengan PT. a & e Media - Rolling Stone Indonesia

Itu adalah profil orang yang saya temui di acara kemarin. Ia seorang pemuda yang energik dan merupakan The Author and Founder Young On Top (YOT),

Young On Top” yang sering dikenal dengan YOT adalah sebuah buku karangan Billy Boen yang terbit pada Bulan April 2009 lalu. Buku ini adalah merupakan pembahasan pemikiran, etika, serta karakter oleh Billy, yang dipadukan dengan wawasan yang dia dapatkan dari berbagai buku yang telah dia bacanya. Buku ini mengupas 30 Kunci Sukses di Usia Muda. YOT memiliki konsep: Kalau bisa sukses di usia muda, kenapa mesti nunggu tua? Dari YOT, muncul Young On Top Campus Ambassadors (YOT CA), sebuah program mentorship yang dibentuk oleh Billy Boen pada bulan Juli 2010. 


Orang ini, bagi saya, adalah orang masa depan yang saya butuhkan untuk pengembangan diri saya.

Well, sampailah pada acara yang saya tunggu. Mas @BillyBoen datang setelah jam istirahat. Benar dugaan saya. Di awal presentasi, Mas @BillyBoen bertanya, “Sebenarnya yang mau kita apa sih? Seminarnya apa yang mau dibahas?” 

Saya memprediksi akan terjadi hal seperti ini. Bagaimana tidak? Tema seminar dari pantia adalah entrepreneur. Tapi yang jadi pembicara seorang motivator handal yang expert di bidang working holic. Sedikit ada perbedaan bukan, antara entrepreneur dengan worker?

It’s ok! Saya tetap menikmati acara ini. Toh Mas @BillyBoen tetap menyampaikan inspiring presentation, dengan penuh percaya diri dan rileks. Keliahatan banget aura dan atmosfernya. Dalam presentasinya, Mas @BillyBoen menyampaikan 7 hal penting yang musti dilakuin to create a stronger generation for Indonesia.

Passion#1. 
Ini yang pertama kali Mas @BillyBoen sampaikan. Passion adalah hal yang kita sukai. Hampir mirip dengan hobi, tapi bukan hobi. Jika hobi, kata Mas @BillyBoen, hanya sebatas kesenangan saja. Tapi jika passion, maka kita akan berusaha untuk addicted kepadanya. Passion berasal dari dalam diri sendiri.  “Jadi yang harus kalian lakukan adalah, tanya pada diri sendiri apa yang kalian sukai,” kata Mas @BillyBoen. Secara psikologis, orang akan menggali tentang passion-nya, jika ia sudah mengetahui apa passion-nya. Untuk mengetahui passion kita apa, coba untuk bertanya pada diri sendiri, “Apa passion saya?” Ingat, passion tidak berasal dari luar diri manusia!

(c) Billy Bone

Big Dream #2. 
Yah! Mimpi besar harus ada dalam diri kita. Mimpi ini harus dibuat spesifik. Mas @Billy Boen menceritakan, jika mimpi tak spesifik maka kita tidak mungkin mewujudkannya. Ibaratnya, cerita mas @BillyBoen, kita mau ngajak teman ke Mall, padahal ada lima Mall di kota. Terus teman kita bertanya “Eh, Mall yang mana?” “Hmm..nggak tahu?” Nah loh! Nggak spesifik, bukan? Tidak perlu takut buat mimpi yang besar. Mimpi ini yang bisa bikin kita terdorong buat make it happen.

(c) Billy Bone

Opportunities and Threats (OT) #3
Selalu melihat dan menciptakan peluang serta mengantisipasi ancaman. Sadar atau nggak meskipun kita punya mimpi yang besar dan punya passion, tapi jika hiraukan OT, ya percuma saja. Keberuntungan itu ada dan saya percaya itu, kata Mas @BillyBoen. Tapi kita tidak bisa, bukan, bernegosiasi dengan keberuntungan? Jadi ya tetep! Lihat dan manfaatkan OT.

(c) Billy Bone

What’s your business purpose #4
Kebanyakan orang yang kerja, yang mau sukses, carinya keuntungan. Ya okelah, memang yang dicari dalam business adalah keutungan. Tapi sebaiknya lebih dari itu. Miliki tujuan yang mulia. Tujuan buat nimbulin effect besar buat masyarakat. Untuk poin ke empat ini, saya sendiri memandang purpose sebagai sebuah tujuan. Objeknya bisa apa saja. Tidak harus business. 

(c) Billy Bone

Straightness and Weakness #5
Setiap manusia pasti memiliki dua hal ini. Dua hal ini harus kita list. Kita sadari, itu adalah kelebihan kita atau kelemahan kita. Bikin list yang banyak, kata Mas @BillyBoen, di sebuah kertas. Tidak perlu ragu dengan kelebihan atau kelemahan kita. Kalau kita punya banyak kelemahan bagaimana? Mudah…

(c) Billy Bone

Partnership #6
Kelemahan yang kita miliki bisa kita tutupi dengan mencari partnership. Salah satu fungsi partnership adalah untuk sama-sama maju dan mewujudkan visi misi. Parnership ini luas definisinya, tidak sebatas hanya dalam kerja. Kalau bahasa saya sendiri sih, bisa dengan menjalin relasi di manapun, termasuk mencari jodoh? Hehe. 

Ingat juga, great attitude ikut kita pertimbangain dalam berpartnership. Karena great attitude ini yang menyertai kita selama bekerja, bekerja apapun.

(c) Billy Bone

Just do it#7
Ini yang terakhir tapi bukan yang paling terakhir. Lakukan apa yang menjadi passion kita. Apa yang menjadi tujuan kita. Wujudkan apa yang telah kamu impikan. Percuma orang punya mimpi besar, punya passion dan tujuan mulia tapi tidak diwujudkan. Buat apa bermimpi?

(c) Billy Bone
Itu 7 hal penting penting yang saya dapatkan dalam seminar kemarin. Semoga bermanfaat. Mari ikut Learn and share—YOT!

Zul (UNY), Me (UII), Mas Billy Boen, Fiqi (MMTC), Harits (STIE YKPN)

Sejak Dulu, Dahlan Memang Aneh dan Nyleneh

[Resensi Buku]

Judul           : Dahlan Juga Manusia
Penulis        : Siti Nasyi’ah
Editor          : Yusak Sunaryanto
Tahun          : Juni, 2012
Penerbit       : PT. Elex Media Komputindo
ISBN            : 978-602-00-2937-5
Tebal           : 282 halaman
Resentator    : Nur Haris Ali*)


Nama Dahlan Iskan—mantan CEO Jawa Pos—tentu sudah begitu familiar di telinga publik. Belakangan, dirinya menjadi sorotan berita di berbagai media massa. Tindakan-tindakannya yang aneh dan nyleneh menarik perhatian sejumlah publik. Banyak yang memuja, tapi tidak sedikit yang menganggapnya pencintraan.

“Ketika Dahlan menginap di rumah petani, kemudian turun ke sawah ikut menanam padi, orang bilang pencitraan. Saat naik KRL dan disambung dengan ojek menuju Istana Bogor, dikatakan media sebagai menarik simpati publik. Pada waktu diangkat menjadi menteri, kemudian tidak mau menerima gaji, tidak tinggal di rumah dinas, tidak menggunakan mobil dinas, dan tak mau memakai pin menteri, orang menyebut Dahlan sombong dan hanyak meningkatkan popularitas,” (hlm. 271).

Adalah Siti Nasyi’ah, penulis buku ini, mantan wartawan Jawa Pos yang lama bergelut dengan Dahlan. Ia membeberkan sejumlah kisah nyata eduinspiratif dari perilaku nyleneh Dahlan yang hingga kini masih kerap dilakukan. Dengan gaya bahasa empuk tapi meledak-ledak, kocak tapi faktual, Siti Nasyi’ah—yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Ita sesuai inisialnya ketika di Jawa Pos—mengupas secara rinci pengalaman pribadinya selama bersinggungan langsung dengan Menteri BUMN kelahiran Magetan itu.

Seperti yang dirasakan banyak orang, dalam bukunya ini, Ita pun mengaku Dahlan adalah sosok manusia aneh, atau agak aneh, bahkan mungkin aneh banget yang pernah ia temui. Banyak pertimbangan mengapa Ita yang juga penulis buku best seller Haji Kok Nunut ini memberi nilai aneh pada bosnya. Salah satunya, menurut Ita, Dahlan yang notabene adalah orang nomor satu di Jawa Pos, yang tentu berpenghasilan jauh lebih tinggi dibanding bawahannya. Tapi mengapa, penampilannya kala itu (hingga sekarang—res.) masih saja biasa-biasa saja. Ita menyebutnya, penampilan yang slengekan. Ala kadarnya. Masalah pakaian, Ita mencontohkan. Jangankan bermerk, pakai pakaian yang layak, seperti hem saja jarang. Pantas bila sejak awal, bos yang suka “usil” dengan anak buahnya itu gemar memakai kaos atau singlet berkerah. Tidak pandang bulu, apakah dipakai siang hari, sore, atau bahkan malam hari.

Pantas pula jika kebiasaan Dahlan adalah memakai sepatu kets. Jenis sepatu olahraga yang biasa dikenakan saat orang sedang bersantai. Dan lagi-lagi, tulis Ita, tidak peduli acara resmi ataupun santai. Sepatu itu tidak pernah absen dari sosok mantan direktur PLN itu.

Selain itu, Ita yang pernah penulis buku Mami Rose ini, juga menjabarkan kebiasaan naik ojek Dahlan. Pada bagian ini, Ita kembali mencoba untuk meneguhkan kepada publik bahwa sebelum jadi seperti yang sekarang pun, bos Jawa Pos itu sudah kerap naik ojek. Hal itu dilakukan saat melakukan penelusuran untuk sirkulasi koran Jawa Posnya  ke daerah-daerah. Tidak jarang pula Dahlan naik ojek untuk memenuhi undangan dari para pejabat tinggi di Surabaya, waktu masih menjabat pimpinan tertinggi Jawa Pos.

“Lebih gila lagi, kalau dianggap kurang kencang, Pak Bos lah yang gantian jadi tukang ojeknya. Sedangkan tukang ojek yang asli duduk di belakang, dibonceng Pak Bos. Yang terpenting bisa tancap gas, weeeeeerrr,” tulis Ita (hlm. 39)

Di bagian lain, dalam kisahnya bersama Dahlan, Ita menceritakan bahwa dirinya sering “dihukum” ketika jadi wartawan oleh bos yang kini justru dianggap seperti ayahnya sendiri itu. Ita pernah disuruh mencari mobil yang entah dimana Dahlan lupa memarkir. Ita kerap disuruh membayar ojek atau taksi yang tidak hanya satu atau dua kali. Tapi paling sedikit 10 kali dalam tiap bulannya.

Hukuman yang paling terekam karena berkesan hingga sekarang, aku Ita, adalah ketika dirinya dipanggil dengan suara keras bak halilintar hingga semua awak Jawa Pos hafal dengan “nada” panggilan itu. Dan anehnya, Ita hanya dihukum untuk “duduk diam” di kursi samping Dahlan yang tengah mengedit berita untuk halaman satu.

Setelah sekian tahun, Ita baru menyadari, bahwa perilaku yang aneh dan nyleneh seorang Dahlan kepadanya itu punya banyak makna. Gara-gara “didikan aneh” Dahlanlah, Ita akhirnya bisa menorehkan prestasi sebagai juara pertama karya tulis pers tahun 1993-1994. Gara-gara “didikan nyleneh” Dahlan jugalah, Ita berhasil jadi wartawan terbaik Jawa Pos. Penghargaan itu ia raih karena komitmennya dalam mengungkap kasus Haji Kok Nunut dengan pemberitaan eksklusif, rinci, detail, dan faktual sebagaimana diajarkan Dahlan Iskan selama di Jawa Pos.

Sekedar tahu saja, kasus Haji Kok Nunut di tahun 1992 kala itu, benar-benar membikin pemerintah RI merasa tertampar di dunia penerbangan internasional. Membuat negara Arab Saudi akhirnya tahu. Jika Indonesia menyembunyikan penumpang illegal. Penumpang yang tidak terdaftar pada pemerintah Arab Saudi sebagai calon jamaah haji.

“Justru dari perilakunya yang aneh itu, ada sesuatu hal unik dalam dirinya. Ketelitian dan kejelian jadi patokan utama dalam bidikan sebuah kasus. Maka, Pak Bos selalu memerintahkan membaca, membaca, dan membaca ulang setiap berita yang sudah dimuat,” aku Ita (hlm. 181)

Banyak lagi pengalaman-pengalaman Ita bersama bosnya yang penuh emosi dan kemarahan ala Dahlan Iskan itu. Semua kisah interaksi yang aneh dan nyleneh itu Ita satukan dalam satu bab: Aksi dan Eksekusi, dalam buku ini. Seperti Dahlan pimpin langsung berita Walikota, Dahlan jadi sopir pribadi Ita, dan Dahlan, dengan ide-ide hebohnya, memberangkatkan ribuan supporter Persebaya ke Senayan Jakarta di tahun 1987, dalam jumlah yang amat-sangat-besar: 300 armada bus ber-AC, tiga pesawat Garuda berjenis besar, dan puluhan gerbong kereta api dari stasiun Pasar Turi (baca hlm 236-241).

Buku ini bukan tentang kisah hidup Dahlan Iskan, meski sedikit disinggung masa kecil Menteri BUMN itu. Tapi ini, sekali lagi, adalah kisah tentang interaksi wartawan berinsial Ita dengan bosnya para wartawan berinisial Dis. Banyak “pelajaran” yang disampaikan Dahlan kepada anak buahnya, lewat buku ini. Berbagai macam pelajaran disampaikan Dahlan kepada Ita bak seorang ayah kandung. Pantas saja Ita pun menulis bahwa dirinya kini memanggil Dahlan tidak lagi dengan sebutan pak bos, tetapi abah Dis. Meski ditemukan, beberapa typo di banyak tempat.

"Buku ini ditulis berdasarkan pengalaman pribadi saya selama mengenal sosok Dahlan Iskan. Dulu saat menjadi anak buahnya hingga sekarang saya anggap sebagai ayah sendiri. Agar semua khalayak tahu bahwa sosok Dahlan Iskan itu bukan pencitraan dan seperti inilah beliau dari dulu. Tidak ada yang dibuat-buat dan sifat aslinya seperti itu. Dalam berpenampilan juga, tetap sepatu kets, kemeja dan tanpa jas," kata Ita, sebagaimana dikutip Antara (27/7)

Pun demikian, buku ini saya katakan: sangat recommended bagi para pembaca sekalian. Lewat buku ini, pembaca akan diajak mengenal lebih dekat: sosok manusia yang—saya sendiri menyebut—aneh dan nyleneh, bernama Dahlan Iskan itu. Aneh karena mampu menerobos berbagai sekat antara pejabat dan rakyat. Dan nyeleh karena gampang diajak diskusi, bisa ditemui dimana saja, dan tetap wartawan meski sudah jadi menteri. Selamat membaca!

*)Asisten editor Jurnal Khazanah UII dan mantan aktivis Persma Himmah UII

Dahlan Iskan bersama Siti Nasyi'ah (Ita)
(c) Siti Nasyi'ah